Tokoh muda Sumba Barat Melkianus Pote Hadi kepada media ini mengatakan Wakil Bupati memberitahu dirinya melalui pesan WhatsUp bahwa Sabtu, (13/07/ 2019) di desa Wetana Kecamatan Laboya Barat ada pertemuan terkait tapal batas antara Kabupaten Sumba Barat dan SBD, sekaligus membahas rencana bantuan Rp. 100 Milyar dari Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat.
Menurut penjelasan wakil bupati kata Dia, bantuan ini kata Dia untuk desa Wetana dan Gaura yang dapat dimanfaatkan untuk peningkatan dan pemberdayaan ekonomi rakyat, rumah layak huni, air bersih, sekolah, kesehatan serta infrastruktur jalan dan irigasi. Sekaligus meninjau rumah yg telah dibangun Pemda Sumba Barat tahun 2018 untuk warga translok desa Wetana.
Kebijakan ini dipertanyakan oleh Melky, apakah anggaran 100 miliar ini ada dalam APBD, atau uang pribadi VBL. Jangan sampai karena kepentingan pribadi rakyat menjadi korban. Penetapan tapal batas antara dua kabupaten itu merupakan kesalahan besar, lalu pura-pura membohongi rakyat dengan bantuan yang sumbernya tidak jelas.
“Saya mempertanyakan 100 miliar dari mana? kira-kira uang 100 miliar itu su ada di APBD ko? Apakah uang pribadi VBL atau uang Gubernur? Bahasa wakil bupati sumba barat disini di perhalus sebagai bantuan, ternyata saya konfirmasi warga laboya barat bahwa 100 miliar itu adalah kompensasi terkait tapal batas yang sementara ini masih menjadi polemik, 100 miliar di peruntukkan untuk 2 desa” kata Melky.
Intinya lanjut Melky jika benar uang Rp 100 miliar itu untuk membantu 2 Desa tidak dipersoalkan dan aman-aman saja.
Tetapi jangan juga uang bantuan ini disebut sebagai kompensasi. Karena menurut Melky bantuan dengan kompensasi tujuannya berbeda.
Semestinya juga kata Dia pendekatan Wakil Bupati harus fokus pada tapal batas bukan pada uang Rp. 100 miliar itu.
Selain itu pula Melki menyampaikan Keputusan Gubenur NTT melanggar UU, permendagri no 16 tahun 2007 tentang pembentukan Kabupaten di sumba bahwa batas wilayah sesuai UU adalah batas Kali POLA PARE, kemudian jika suatu saat nanti ada korban nyawa antara 2 wilayah perbatasan ini akibat konflik horisontal ini, kepala daereh harus bertanggung jawab seperti Bupati dan Gubernur. Kami mohon pemerintah pusat dalam hal ini kemendagri dapat meninjau ulang keputusan Gubernur terkait tapal batas wilayah dan menetapkan kembali sesuai UU No 16 tahun 2007 itu.[Silve]
Laporan : MPH
Komentar