Aku meninggalkan mereka menunggu di luar sana. Dalam hati kupanggil ayahku yang lama telah berpulang kepada Tuhan agar dia datang menyertai seluruh perjuanganku, adikku pernah sekali melakukan itu.
Kupejamkan mataku, menggigit bibirku, menggenggam tanganku sendiri manakala jarum menusuk ke tulang belakangku. Sakit. Hanya apalah artinya itu? Banyak yang menunggunya di luar sana. Bukan hanya aku. Lepas berapa menit aku adalah yang mendengar namun tak merasakan apapun. Namun aku tahu ini sakit. Entah sekarang atau setelahnya. Namun apalah itu ? Semua bukan apa – apa. Bukankah begitulah sejatinya seorang ibu? Dia datang bukan untuk hidupnya sendiri. Aku membayangkan ibuku. Ternyata seperti ini dirinya untuk adaku dulu.
Lengkingan suaranya mengejutkanku. Dia ada. Dia datang. Tuhan hadiahkan dia untuk kami. Aku membayangkan lelakiku yang menunggu di luar sana. Senyumnya serta tetes airmatanya. Aku melihat semua dalam pikiranku. Dan aku tahu itu yang terjadi.
Anakku, terima kasih sudah datang untuk kita.
Kututup cerita ini , sebab sesungguhnya kebahagian kami sudah dimulai. Tentang aku dan kedua lelakiku dan di atas segalanya adalah tentang doa yang tak pernah tertinggal di meja Tuhan
Ibuku
Bila netramu terus membasah
Lepaskan tanganmu digenggamanku
Bagilah segenap lara deritamu
Aku kini lebih mengerti, serupa dirimu
Akulah ibu yang dulu kau ajari menunggu
Bila percaya, bukanlah sia- sia.
Komentar