Maraknya kebijakan pemerintah yang bernuansa eksploitatif yang berujung pada privatisasi Sumber Daya Alam.
Laju deforestasi hutan, pengerusakan wilayah kelola rakyat (wilayah pertanian, pesisir, laut) marak terjadi di Indonesia. Data KLHK mencatat, Tren luas hutan Indonesia sejak 1990 menunjukkan kecenderungan terus menurun. Hal ini diakibatkan oleh kebakaran serta kebijakan alih fungsi kawasan hutan menjadi kawasan pertambangan dan pertanian monokultur skala besar. Praktek-Praktek privatisasi pesisir oleh sektor swasta marak terjadi hampir di seluruh wilayah kabupaten kota di Indonesia. Hutan Manggrove tidak lagi dipandang sebagai salah satu kawasan konservasi yang perlu dijaga sebagai sabuk hijau dan tempat hidup biota laut malah dirusak untuk kepentingan pariwisata dan Industry garam dalam skala besar.
Minimnya perlindungan lingkungan hidup
Lemahnya penegakan hukum
Lemahnya penegakan hukum bagi pelaku-pelaku kejahatan lingkungan justrumemberikan angin segar bagi oknum-oknum yang memandang lingkungan sebagai satu aspek yang harus dieksploitasi untuk memenuhi kebutuhan manusia, tanpa memandang pentingnya menjaga keberlanjutan lingkungan bagi generasi setelahnya.
Pembangunan yang berbasis pada kebutuhan pasar tanpa memperhatikan daya tampung dan daya dukung lingkungan.
Hal ini marak terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Hampir sebagian besar petani diubah mindset bahwa menanam disesuaikan dengan permintaan pasar. Hal ini sangat berdampak terutama pada masa-masa pandemik COVID-19 saat ini. petani cengkeh, vanili, kelapa, kemiri justru sulit mengakses pangan lokalnya sendiri.
Ketidakadilan antar generasi
Ketidakadilan antar generasi saat ini mulai Nampak. Akses masyarakat ke pantai mulai dibatasi. Selain itu akses masyarakat ke sumber-sumber penghidupan misalnya air juga mulai terbatas dan bahkan di beberapa wilayah dibatasi akibat kelangkaan Sumber Daya Air.
Minimnya pendidikan formal terkait perlindungan lingkungan hidup
Pendidikan formal saat ini masih sangat minim dalam upaya pengajaran materi-materi keadilan ekologi dan keberlanjutan lingkungan. WALHI NTT melihat bahwa hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yakni: Lemahnya kebijakan pendidikan lingkungan di tingkat nasional; Lemahnya kebijakan pendidikan lingkungan di daerah (Provinsi/Kabupaten Kota); Lemahnya kebijakan pendidikan lingkungan di Kampus dan sekolah untuk mengadopsi dan menjalankan perubahan sistem pendidikan yang dijalankan menuju pendidikan lingkungan hidup; Lemahnya peran Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengerti dan ikut mendorong terwujudnya pendidikan lingkungan hidup; Lemahnya proses-proses komunikasi dan diskusi intensif yang memungkinkan terjadinya transfer nilai dan pengetahuan guna pembaruan kebijakan pendidikan yang ada.
Hilangnya kearifan lokal dalam menjaga lingkungan
Hilangnya kearifan lokal dalam menjaga lingkungan terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Komentar