oleh

WALHI; NTT Butuh Pangan Bukan Tambang Minerba

“Talkshow ini diinisiasi oleh WALHI NTT dibawah tema “NTT butuh pangan bukan tambang Minerba” dengan Panelis yang berasal dari keterwakilah pulau besar dan pulau kecil  di NTT” tulis Yuvensius Nonga.

Talk show itu, kata dia, diikuti oleh sejumlah perwakilan dari berbagai pulau yang ada di NTT diantaranya Mama Aleta Baun perwakilan pulau Timor, Pater Mike Keraf perwakilan pulau Sumba, Pendeta Iswardy Y. S. Lay perwakilan pulau Rote, Pendeta Moses Lapiweni perwakilan Alor pantar, Pater Alsis Goa perwakilan Pulau flores, Brino Tolok perwakilan pulau Lembata, Kale Banga perwakilan pulau Sabu, Melky Nahar dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Nasional, Yuvesius Stefanus Nonga dari WALHI NTT, dengan moderator Ibu Martha Hebi Relawan SOPAN Sumba.

Dia mengatakan dalam talk show tersebut sejumlah panelis  menjelaskan fakta-fakta dampak buruk dari hadirnya pertambangan Minerba di NTT seperti:

Pertama Tambang di NTT telah berdampak pada rusaknya lingkungan yang ada di daerah masing-masing. Misalnya Alih fungsi kawasan hutan dan lahan pertanian, rusaknya lumbung-lumbung pangan masyarakat, rusaknya sumber-sumber mata air masyarakat, rusaknya ekosistem kars, sampai pada abrasi dan longsor

Kedua Tambang berdampak pada rusaknya tatanan sosial budaya masyarakat. Keterwakilan masing-masing pulau baik besar dan kecil di NTT memiliki filosofi yang sama di daerahnya masing-masing  yakni Bumi adalah Ibu yang secara sakral dijaga dalam tatanan budaya masing-masing daerah. Hadinya pertambangan telah merusak ibu bumi yang menjadi ibu dari seluruh makhluk hidup. Secara sosial tambang juga berdampak pada konflik sosial masyarakat, masyarakat kehilangan pekerjaan, konflik horisontal antar masarakat.

Ketiga kehadiran tambang di NTT berujung pada kriminalisasi warga yang mempertahankan wilayah kelola nya, misalnya kriminalisasi tiga umbu di Sumba.

Keempat hadirnya pertambangan murni kepentigan para korporat bukan kepentingan masyarakat kecil. Hak masyarakat akan wilayah pertaniannya kemudian diubah menjadi lahan pertambangan  tanpa ada solusi yang baik bagi masyarakat.

Kelima Tambang bukan satu-satunya sektor yang dapat mendongkrak kesejahteraan masyarakat dimana tidak ada satu pun fakta yang menunjukan masyarakat lingkar tambang sejahtera akibat hadirnya pertambangan. Malahan kehadiran pertambangan justru merusak sumber-sumber penghidupan masyarakat.

Keenam Tambang berujung pada prifatisasi lahan serta prifatisasi sumber air.

Ketujuh Tambang di NTT mengabaikan aspek pemulihan lingkungan pasca tambang, dimana hampir semua wilayah bekas tambang dibiarkan tanpa ada upaya pemulihan lingkungan atau reklamasi kembali.

Kedelapan Nusa Tenggara Timur saat ini dikepung oleh 309 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang tersebar di seluruh kabupaten di NTT, dengan 96 IUP berada dalam kawasan hutan lindung dan hutan produksi, 5.620,26 HA yang berada di kawasan hutan produksi dan 65.862,87 berada di kawasan hutan lindung, hal ini menjadi ancaman bagi keberlanjutan lingkungan dan keselamatan rakyat NTT.

Kesembilan kehadiran tambang mengancam pulau-pulau kecil di NTT.

Kesepuluh hadirnya pertambangan di NTT tidak berdampak banyak pada PAD Berdasarkan data BPS sektor yang besar menyumbang sumber utama PAD  NTT masih dari sektor pertanian sebesar 16,7%.

Fakta-fakta tentang dampak buruk kahadiran pertambangan di NTT sebut dia merupakan hasil testimoni masing-masing panelis dalam melihat dampak pertambangan di Wilayahnya masing-masing.

Karena itu dia mengatakan Talkshow yang diikuti oleh sejumlah perwakilan dari berbagai daerah di NTT itu   mancapai beberapa kesepakatan antara lain

Pertama Perwakilan semua pulau di NTT sepakat tolak tambang minerba dari bumi NTT

Kedua Mengembalikan sepenuhnya hak ruang hidup masyarakat NTT

Ketiga Pemerintah dan Pengusaha pertambangan, wajib melakukan pemulihan atas kerugian yang dialami oleh rakat NTT dan kerusakan lingkungan NTT akibat aktifitas pertambangan selama ini.

Keempat Pencabutan seluruh Ijin Usaha Pertambangan (IUP) di NTT

Kelima Sampaikan pada publik hasil Moratorium Tambang yang tertuang dalam Surat Keputusan Gubernur No: 359/KEP/HK/2018 tentang Penghentian Sementara Pemberian Izin Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara di NTT.

Keenam Pemerintah NTT fokus pada pengembangan pembangunan yang ramah lingkungan dan mengedepankan keselamatan rakyat.

Laporan: Siska W.

Posting Terkait

Jangan Lewatkan

Komentar