Selain itu, redaksi dari media lokal Floresa disebut-sebut berperan dalam penyebaran pemberitaan sepihak yang memperkeruh suasana.
“Pimred Floresa bekerja untuk kepentingan provokasi dan pemberitaan satu arah,” ujar salah satu sumber yang enggan disebutkan namanya. Ahang, seorang jurnalis yang mengenal baik dinamika di lapangan, menambahkan, “Wartawan di Floresa tidak menunjukkan etika jurnalistik yang seharusnya, mereka lebih memilih berita sensasional yang menguntungkan pihak tertentu daripada menyajikan informasi yang berimbang.”
Pada hari pertama aksi demonstrasi, kelompok demonstran sempat menutup jalan umum, memaksa pihak kepolisian untuk mengambil tindakan dengan memutar arah sebagai upaya pendekatan humanis. Di hari kedua, para demonstran meningkatkan aksi dengan menutup akses menuju lahan milik warga yang sah.
Keluarga Wajong kembali menegaskan bahwa provokator di balik aksi ini termasuk JPIC SVD dan Pater Simon, yang dianggap menggerakkan masyarakat non-pemilik lahan untuk melakukan demonstrasi. Tindakan ini memperburuk situasi dan menimbulkan ketegangan antara warga yang mendukung proyek geothermal dan para demonstran.