Memang ada cara revolusioner untuk memperkokoh fundamental ekonomi dengan cara perang. Di mana sektor pertahanan keamanan diperkuat dengan cara investasi di sektor senjata, produksi teknologi perang, memperkuat alat alat pertahanan keamanan dan jaringan militer internasional diperkuat.
Dalam kondisi normal cara ini tidak biasa, bahkan dianggap salah satu cara dari bagian pertahanan dan keamanan dalam menjaga wilayah NKRI. Adalah tidak lazim bila kita memperkuat kawasan militer, dengan membangun pangkalan militer di beberapa tempat garis terluar perbatasan Indonesia.
Tentu, wacana membangun pangkalan militer yang sempat mengemuka pada Pilpres yang lalu, bisa diwujudkan tanpa ketakutan ini adalah ide dari pihak yang kalah dalam pilpres.
Tapi, mari kita duduk dalam kebaikan bersama ada masa depan bersama dalam menjaga wilayah NKRI di mana tantangan jaman harus menyesuaikan situasi global. Maka investasi di bidang pertahan keamanan bisa jadi menguntungkan dalam jangka panjang efeknya.
Pembangunan sarana dan prasarana infrastruktur yang sedang berjalan, berbareng dengan revolusi pertanian yang sedang tumbuh 2,8 persen. Mau tidak mau, revolusi hijau akan kita kembangkan dalam menghadapi persaingan global yang sudah tampak di depan mata.
Pilkada yang begitu ribut dengan saling beradu pengaruh untuk merebut simpati pemilih di masyarakat, termasuk ke kalangan petani, peternak, pekebun, pekerja, dan milenial. Ini cukup menggembirakan kita menyambut pesta demokrasi kali ini dengan suasana riang gembira.
Celotehan dan sumpah serapah di media sosial anggap saja sampah kata kata, jangan dimadukan ke hati. Anggap saja, pilkada sebagai sarana hiburan, wisata politik yang mendidik dan sarana kita melewati masa transisi demokrasi dari event lima tahunan. Tanpa perlu saling ngotot mempertahankan pendapat dan saling klaim sebagai pihak paling menang.
Pilkada baru masuk masa kampanye. Masa pemilihan dan perhitungan suara masih jauh di depan pada 9 Desember nanti. Pandemi Covid 19
Temen saya marah-marah, itu pengumuman pemerintah gimana suruh di rumah saja karena Pandemi. Lha kita butuh cari duit, ke pasar dan kebutuhan sehari hari. Di rumah saja, memang membuat kita jenuh, bosan dan suntuk bahkan stres.
Pemerintah tidak melarang ke luar rumah sepanjang sesuai protokol kesehatan jaga jarak, pake masker, jauhi kerumunan dan memang cuaca sedang panas-panas penuh debu. Tidak tahu ambang polusi oktan di jalan raya. Debu kapitalisme, lumpur tanah yang bisa jadi beterbangan mengandung virus flu. Bila kena hujan sebentar saja, bisa membumbung satu meter dan pilegk bila kita keluar rumah kuyup kena hujan. Pancaroba namanya. Ayam kampung saja, yang demikian kena ayan,-cileren-, demam, flek,flu. cuaca pancaroba.
Hujan seminggu yang lalu gerimis 3 kali, panas sekali. Secara ilmiah, ketika debu kena hujan, debu yang banyak bervirus naik 1 meter, maka ketika hujan gerimis orang menerjangnya otomatis flu, pileg, influensa, demam. Ayam saja akan panastis. Ambil positifnya saja, bergerak di pagi buta, bada shalat subuh dan sore jelang magrib.
Cuaca tidak mendukung. Kang Tarmin sineas humoris dari Purbalingga yang sehari hari jadi tukang Bego (nyupir Buldoser) menganggap Covid itu penyakit ampeg, sesak nafas, bengek yang sejak jaman dahulu sudah ada.
Panas sekarang dan tahun-tahun ke depan pergerakannya 0,5 ‘C, global klimate ini disetujui oleh hampir seluruh negara di dunia. Kita tidak tahu kapan bisa mengerem laju suhu panas yang sudah di atas rata rata.