Menilik negara Jepang, pasca pasca Restorasi Meiji , tercipta pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi, yaitu 10% pada tahun 1960-an, 5% pada tahun 1970-an, dan 4 % pada tahun 1980-an. Pertumbuhan perekonomian Jepang yang mampu menobatkan Jepang sebagai negara dengan produktivitas nomor dua didunia memengaruhi geopolitik Amerika Serikat terhadap Jepang. perdagangan, enterpreunership, perkembangan tekhnologi, modal, dan manajemen.
Hal itu menyebabkan perlunya peran startegis dari Kementerian Perdagangan dan Industri Jepang yang menyokong Jepang dalam meraih economic miracle yaitu dengan menggalakkan sektor industri baja, kimia, mesin, dan shipbuilding (Takada 1999,14). Industrialisasi inipun meningkat pada tahun 1950 sebesar 70% sehingga pemotongan jumlah bantuan dari Amerika Serikat pada Jepang akibat dari perang dingin di daratan Korea tidak menyebabkan perekonomian Jepang melemah.
Pada tahun ini pula liberalisasi perdagangan semakin digiatkan oleh pemerintah Jepang dengan merubah sistem kuota impor yang pada awalnya sangat ketat menjadi lebih fleksibel dengan sistem an Automatical Approve (AA), dan semakin meningkatkan ekspor Jepang. “The ratio of liberalized import lines rose from 34 % in 1959 to 93% in 1966” (Utsubo 2007,17).
Ekonomi dan Industri Indonesia merupakan salah satu kekuatan ekonomi berkembang utama dunia yang terbesar di Asia Tenggara dan terbesar di Asia ketiga setelah China. Istilah Ekonomi Anak Macan secara kolektif mengacu pada ekonomi Indonesia, Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Thailand, empat negara yang mendominasi Asia.
Kawasan Asia Timur telah menjadi kawasan dengan ekonomi kuat setidaknya dalam seperempat abad terakhir. Sebutan ‘East Asian Miracle’ pun menempel di kawasan tersebut. Namun demikian, Asia Timur masih perlu ‘merapikan’ kebijakannya, seiring tak ada jaminan kesuksesan di masa depan.
Bank Dunia dalam laporannya bertajuk ‘A Resurgent East Asia, Navigating a Changing World’ menilai bahwa model pembangunan Asia Timur, yang terdiri dari kombinasi pertumbuhan berorientasi ke luar, pengembangan modal manusia, dan tata kelola ekonomi sudah cukup baik, tetapi masih perlu penyesuaian.
Menurut laporan tersebut, kawasan Asia Timur harus bisa beradaptasi dengan sejumlah tantangan seperti perkembangan teknologi, perlambatan ekspansi perdagangan, dan beberapa perubahan terkait kondisi negara. Dengan mengambil kebijakan yang tepat, negara di kawasan Asia Timur berpeluang menaikkan statusnya menjadi negara berpengasilan tinggi dalam satu atau dua generasi ke depan. Negara berkembang Asia Timur telah menjadi kawasan paling sukses selama seperempat abad terakhir.
Melihat ke belakang hingga setengah abad yang lalu, lanjutnya, sebagian besar negara-negara di kawasan Asia Timur hanyalah negara yang mengandalkan pertanian untuk menggerakkan perekonomian sambil berjuang menghadapi sisa-sisa konflik dan membentuk rencana ekonomi.
Namun, Bank Dunia mencatat, saat ini kawasan Asia Timur telah berhasil menjadi mesin pendorong perekonomian global dengan kemunculan negara-negara berpendapatan menengah. Negara berkembang Asia Timur bahkan terpantau berkontribusi hampir sepertiga dari PDB dunia. Hal itu terlihat sejak 2000, ketika China muncul sebagai kekuatan ekonomi berpendapatan menengah yang kini menjadi ekonomi terbesar kedua di dunia.
Baca Juga: Koruptor dan Binatang Reptil
Selain itu, lima ekonomi besar dari Asean seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam juga berhasil membantu kenaikan pendapatan di kawasan Asia Timur, sehingga tingkat kemiskinan dapat ditekan. Bank Dunia mencatat terdapat beberapa faktor yang menyebabkan perlambatan perdagangan a.l matangnya rantai penawaran global dan regional karena perubahan teknologi, perubahan komposisi produk domestik bruto (PDB), dan berkurangnya liberalisasi atau meningkatnya proteksionisme seperti perang dagang. Perdagangan jasa dapat menjadi mesin yang kuat untuk pertumbuhan produktivitas, termasuk dampaknya dalam value chain dan keterkaitannya dengan perubahan teknologi.
Bank Dunia mencatat, reformasi sektor jasa di negara berpendapatan menengah dan rendah seperti mengurangi restriksi terhadap masuknya perusahaan asing dan melonggarkan aturan mengenai kepemilikan serta operasional perusahaan asing dapat menggenjot tingkat pertumbuhan ekonomi dan investasi asing di suatu negara.