Putusan MK: Badan atau Pejabat TUN Tak Dapat Ajukan PK

Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah dalam pertimbangan hukum putusan ini menjelaskan, apabila dibuka kekuasaan untuk mengajukan PK lebih dari satu kali untuk perkara selain pidana, maka akan mengakibatkan penyelesaian perkara menjadi lama dan tidak akan pernah selesai yang pada akhirnya menimbulkan ketidakpastian hukum. Keadaan demikian bertentangan dengan asas litis finiri oportet, bahwa setiap perkara harus ada akhirnya.

Menurut Mahkamah, tujuan pembentukan PTUN tidak hanya untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak perseorangan, tetapi juga sekaligus untuk melindungi hak-hak masyarakat serta dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Dalam kaitan tersebut, Guntur mengatakan, badan atau pejabat TUN sebagai organ pemerintah yang mengeluarkan keputusan TUN berdasarkan wewenang yang ada padanya atau dilimpahkan kepadanya memiliki kewajiban membuat keputusan dan/atau tindakan TUN dengan mendasarkan pada peraturan perundangan-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB).

“Ihwal ini sebagai antisipasi agar badan atau pejabat TUN tidak melakukan perbuatan yang terlarang atau penyimpangan seperti perbuatan melanggar hukum, penyalahgunaan kekuasaan, dan kesewenang-wenangan,” kata Guntur.

Jika terjadi sengketa TUN, badan atau pejabat TUN diposisikan sebagai tergugat namun memiliki derajat/kedudukan yang lebih tinggi dibanding penggugat dikarenakan kedudukannya sebagai organ pemerintah. Begitu pula dalam hal pembuktian yang menjadi beban penggugat serta dalam hal pelaksanaan putusan yang secara normatif putusan PTUN dilaksanakan badan atau pejabat TUN yang menerbitkan keputusan atau tindakan TUN dengan diawasi Ketua PTUN.