Sosialisasi itu, kata warga, hanya untuk warga yang lahan lodoknya sudah dibeli perusahaan, sementara warga pemilik lahan lainnya belum dilakukan sosialisasi.
“Saya juga punya lahan di pusat mangan tetapi tidak ada orang perusahaan yang datang sosialisasi. Kami masih menunggu kapan jadwal sosialisasi secara terbuka” ujar warga yang mengaku rumahnya berlokasi di Torong Besi, tidak jauh dengan lokasi eksploitasi. Ia juga meminta namanya tidak dipublikasikan dalam pemberitaan.
Menurutnya, sosialisasi itu sebenarnya bukan hanya untuk warga pemilik lahan atau warga yang sudah menjual lahan tetapi juga kepada warga “Gendang One Lingko Peang”.
“Jujur kami disini belum ada sosialisasi. Harusnya sosialisasi itu untuk semua karena kami juga punya lahan disana, sekarang masih ada pohon jati” tambah warga itu.
Warga lain juga berkomentar bahwa kehadiran kembali SJA harusnya disosialisasikan terlebih dahulu terutama soal dampak lingkungannya.
Ia meminta pemerintah setempat pro aktif untuk mensosialisasikan kehadiran SJA ini.
Karena menurut warga, berdasarkan pengalaman dulu SJA ini pernah menyimpan luka yang mendalam. Warga pernah melakukan protes terhadap kehadiran SJA yang dinilai mengancam keselamatan dan keberlanjutan hidup.
“Dulu saya orang terdepan yang tolak tambang bersama JPIC Ruteng, karena kami sudah rasakan dampak buruknya. Tanaman kami mati, kehidupan kami terancam. Sekarang kami butuh ketenangan dan berharap perusahan bisa lindungi kami dari dampak bahaya supaya jangan terulang luka yang dulu” tutur warga.
Sementara itu PT SJA melalui Kepala Teknik Tambang, Joko Aribowo mengaku memang sudah membeli sebagian lahan milik warga lingkar tambang. Lahan itu sudah dibeli semenjak PT SJA beroperasi di Bone Wangka.