PT. Quovita “Penumpang Gelap” Di Golo Lusang Dapat Dipidana!

Melihat  kecenderungan  di  atas,  ruang  sungai  perlu  dilindungi  agar tidak  digunakan  untuk  kepentingan  peruntukan  lain.  Sungai  sebagai sumber  air,  perlu  dilindungi  agar  tidak  tercemar.  Penyebab pencemaran  air  sungai  yang  utama  adalah  air  limbah  dan  sampah. Kecenderungan  perilaku  masyarakat  memanfaatkan  sungai  sebagai tempat  buangan  air  limbah  dan  sampah  harus  dihentikan.  Hal  ini mengingat  air  sungai  yang  tercemar  akan  menimbulkan  kerugian dengan pengaruh ikutan yang panjang. Salah satunya yang terpenting adalah  mati  atau  hilangnya  kehidupan  flora  dan  fauna  di  sungai  yang dapat mengancam keseimbangan ekosistem. Pemberian  sempadan  yang  cukup  terhadap  sungai  dan  pencegahan pencemaran sungai merupakan upaya utama untuk perlindungan dan pelestarian fungsi sungai.

“Tindak Pidana” Perusak Sumber Daya Air

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Pasal 1 Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Sungai menjelaskan bahwa sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengairan air beserta air didalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh Garis Sempadan.

Kasus PT. Qouvita yang mendirikan bangunan diatas sempadan sungai merupakan salah satu indikator yang nantinya mengakibatkan kerusakan aliran sungai, sebab sempadan sungai pada dasarnya digunakan untuk menjaga ekosistem sungai agar tidak rusak. Sungai merupakan salah satu sumber air bersih yang penting dalam kehidupan. Keberadaan sungai tersebut akan sangat berbahaya apabila tidak dilakukan pengendalian serta pengawasan pembangunan pada sempadan sungai dan badan sungai sebab dapat mengakibatkan banjir, erosi, dan sedimentasi.

PT. Qouvita yang tidak mengantongi izin IMB dari Dinas Penanaman Modal, Koperasi Usaha Kecil Menengah dan Tenaga Kerja (DMPKUT) Kabupaten Manggarai dan tidak mendapatkan Rekomendasi AMDAL dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Manggarai serta mengabaikan hasil kajian teknis dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Manggarai menjadi salah satu indikasi utama bahwa kehadiran perusahaan tersebut merupakan kesengajaan karena lokasi perusahaan sangat strategis yakni kawasan resapan air. Selain itu, perusahaan memiliki itikad buruk karena mengabaikan peraturan-peraturan yang berlaku di pemerintahan.

Kasus PT. Qouvita yang mendirikan bangunan diatas sempadan sungai dengan tidak mengantongi izin dari pemerintahmerupakan salah satu indikator yang nantinya mengakibatkan kerusakan aliran sungai, sebab sempadan sungai pada dasarnya digunakan untuk menjaga ekosistem sungai agar tidak rusak. Sungai merupakan salah satu sumber air bersih yang penting dalam kehidupan masyarakat Manggarai. Keberadaan sungai tersebut akan sangat berbahaya apabila tidak dilakukan pengendalian serta pengawasan pembangunan pada sempadan sungai dan badan sungai sebab dapat mengakibatkan banjir, erosi, dan sedimentasi.

Dalam memanfaatkan sumber daya alam di wilayah Kabupaten Manggarai yang harus di perhatikan adalah tujuan serta dampak (pengaruh) ditimbulkan akibat pemakaiannya. Apabila dampak yang ditimbulkan negatif maka hal ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia di masa depan dan sangat dirasakan oleh generasi berikutnya. Untuk mengembalikan keseimbangan alam yang telah dirusak atau tercemar sangat membutuhkan waktu lama serta membutuhkan biaya yang terbilang sangat mahal.

PT. Qouvita yang dibangun di hulu Kali Wae Ces Golo Lusang akan berpengaruh terhadap perubahan sumber daya alam (ekosistem flora dan fauna). Perubahan sumber daya alam ini merupakan akibat kelalaian atau perilaku manusia.Perubahan alam yang tidak baik yang berasal dari faktor perilaku manusia sering kali salah memanfaatkan alam demi kepentingan ekonomi. Salah satunya adalah memanfaatkan kawasan sempadan sungai untuk kegiatan usaha produksi air minum kemasan oleh perusahaan.

Untuk mencegah terjadinya perubahan sumber daya alam di Hulu Kali Wae Ces Golo Lusang tempat berdirinya PT. Qouvita maka perlu ditindaklanjuti oleh pemerintah. Salah satu hal yang perlu ditinjau lebih dalam oleh pemerintah adalah soal penegakan hukum terhadap bangunan di garis sempadan sungai dimana kawasan tersebut harus dilindungi atau dengan kata lain dilarang untuk mendirikan bangunan.Pelanggaran yang terjadi terhadap ketentuan-ketentuan pemanfaatan atau penggunaan lahan di garis sempadan sungai, daerah manfaat sungai, daerah penguasaan sungai dan bekas sungai dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai dan Peraturan Perundang-undangan lainnya yang berlaku, serta sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Ketentuan pidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 Tentang PengairanPasal 15 ayat (1) diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun dan atau dendasetinggi-tingginya Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah) apabila a. barang siapa dengan sengaja melakukan pengusahaan air dan atau sumber-sumber air yang tidak berdasarkan perencanaan dan perencanaan teknis tata pengaturan air dan tata pengairan serta pembangunan pengairan sebagaimana tersebut dalam Pasal  8 ayat (1) Undang-undang ini; dan b. barang siapa dengan sengaja melakukan pengusahaan air dan atau sumber-sumber air tanpa izin dari Pemerintah sebagaimana tersebut dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-undang ini.

Ketentuan pidana Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai berdasarkan Pasal 109 menegaskan setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Selain itu, Pasal 98 ayat (1) menegaskan setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Bahwa agar lebih menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak setiap masyarakat Manggarai untuk mendapatkan sumber daya air dan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari perlindungan terhadap keseluruhan ekosistem maka ketentuan pidana terhadap pelanggar yang dengan sengaja mendirikan bangunan di atas sempadan sungai harus ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.