oleh

Penganiayaan Yosef, Oknum TNI dan Polri, Kepala Desa dan Vendi Harus Segera Ditahan

Dari kronologi di atas, penulis berpendapat, pertama, pimpinan TNI dan Polri harus profesional menangani kasus ini. Jangan percaya begitu saja laporan anak buah terduga pelaku. Panggil semua masyarakat yang melihat dan mengetahui kasus ini. Bila perlu, Kasad TNI Jenderal TNI Andi Perkasa segera perintahkan Polisi Milter Angkatan Darat (AD) untuk turun langsung ke lapangan.

Demikian Propam Polri. Ini kejadian di daerah terpencil, dimana patut diduga dimanipulasi fakta sebenarnya yang dilakukan oknum TNI dan Polri di lapangan yang diduga pelaku atau kongkalikong dengan terduga pelaku.
Ini demi nama baik TNI dan Polri. Semua anggota TNI dan Polri yang melanggar hukum, harus dihukum sesuai hukum yang berlaku. Saya pikir, sudah banyak juga anggota TNI dan Polri dihukum karena melakukan kesalahan.

Kasus ini bukan delik aduan. Ini delik biasa. Pimpin TNI dan Polri begitu tahu dari media massa segera bergerak.
Kedua, banyak yang terlibat dalam penganiayaan ini. Karena itu, para pelaku, selain dijerat pasal 351 ayat (2) KUHP soal penganiayaan berat dimana ancaman hukum lima tahun penjara, juga Pasal 170 KUHP soal pengeroyokan dimana ancaman hukumannya juga lima tahun bui.

Selain itu, perbuatan para pelaku juga patut diduga diancam dengan Pasal 333 KHUP tentang Penyekapan, karena dari fakta yang didapat, korban dianiayani juga dalam rumah.

Jadi pata terduga pelaku dalam kasus ini adalah sejumlah oknum TNI, sejumlah oknum Polri dan Kepala Desa Golo Poleng, Siprianus Mansur. Terduga pelaku TNI dan Polri, tentu bukan hanya hukuman disiplin, tetapi hukuman pidana.

Sedangkan Vendi dijerat Pasal 55 KHUP dan Pasal 106 dan Pasal 285 Undang – undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan.
Pasal 285 berbunyi : “(1) Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah)”.
Pasal 106 UU tersebut, menyebutkan,”1. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengutamakan keselamatan Pejalan Kaki dan pesepeda. 3. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mematuhi ketentuan tentang persyaratan teknis dan laik jalan”.

Knalpot racing sepeda motor termasuk melanggar pasal 106 ayat 3 di atas. Sebab, sekuatan telinga manusia hanya sampai 90 desibel. Sedangkan veleg racing jauh di atas 90 desimal. Suara kendaraan bermotor yang kencang, karena pakai knalpot bising/racing, alias Knalpot dengan lupang besar sungguh mengganggu, karena itulah dilarang.
Penggunaan knalpot bising juga tidak memenuhi persyaratan teknis yang ditentukan Kementrian Perhubungan, ATPM (Agen Tunggal Pemegang Mereka) sebagai pemasar produk wajib mendapatkan izin dari Kementrian Perhubungan mengenai Spesifikasi dan Teknis produk motor yang akan dipasarkan.

Knalpot sepeda motor, sebenarnya sudah diatur sesuai dengan kapasitas mesinnya. Aturannya tertuang dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 7 tahun 2009 tentang Ambang Batas Kebisingan Kendaraan Bermotor Tipe Baru.