Faktanya, lanjut Shana hingga saat ini pelaksanaan pembangunan di Kokotuku belum dapat dilaksanakan, karena walaupun Master Plan pembangunan di atas lahan seluas 1.280 Ha Kokotuku sendiri sudah dibuat, namun hingga saat ini belum ada Perda yang diterbitkan terkait pembangunan di atas lahan tersebut.
Selain itu, pembangunan di atas lahan Kokotuku belum terlaksana dikarenakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kawasan tersebut hingga saat ini belum disusun. Dengan demikian belum ada satupun investor yang masuk di kawasan tersebut.
Dengan demikian, MoU hanyalah tentang kesepahaman antara kedua belah pihak. MoU hanyalah pengantar. MoU tersebut baru akan memiliki kekuatan hukum yang mengikat, apabila poin-poin yang ada dalam MoU tersebut dijabarkan di dalam kontrak atau perjanjian kerja sama.
Mengapa akhirnya ada Mou antara BOPLBF dengan pihak Kokotuku Sanctuary (KSC)?
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, Master Plan Pembangunan di atas lahan Kokotuku seluas 1.280 Ha sudah dibuat, termasuk di dalamnya adalah lahan seluas 200 Ha milik pihak KSC.
Karena pengembangan kawasan sebagai destinasi pariwisata belum terlaksana sampai dengan saat ini, maka KSC akhirnya mencari Badan atau Lembaga Pemerintah yang bisa melakukan koordinasi baik dengan Pemerintah Pusat, Provinsi, maupun dengan Pemerintah Kabupaten, ataupun dengan pihak lain dalam upaya pengembangan kawasan di atas lahan 1.280 Ha di Kokotuku seperti yang direncanakan dalam Master Plan.
Pihak KSC akhirnya memutuskan, bahwa BOPLBF adalah badan atau lembaga pemerintahan yang dianggap memiliki peran strategis untuk sinkronisasi dan koordinasi dengan berbagai kementerian. Dan pengembangan kawasan pariwisata di atas lahan KSC hanya bisa terimplementasikan melalui lembaga pemerintahan. KSC sebagai non-pemerintahan tidak punya wewenang untuk mengimplementasikan hal tersebut.
Komentar