Intervensi WTO juga sangat kuat. Untuk anda ketahui, WTO sudah punya instrumen lengkap untuk mengintervensi berbagai kebijakan ekonomi di negara-negara dunia ketiga, seperti pertanian (AOA), liberalisasi jasa (GATS), hak paten (TRIPS), investasi (TRIMS), dan akses pasar untuk industri (NAMA)., yakni semantik dan politik. Secara semantik, economic freedom dan economic liberty merupakan dua hal yang sering kali dipertukarkan.
Padahal, economic liberty lebih merupakan istilah aliran klasik-liberal yang mengedepankan kebebasan individu dalam memilih (freedom of choices), liberalisasi perdagangan, dan pasar bebas. Dalam konteks ini, economic liberty secara tidak langsung menjadi mainstream di seluruh fakultas ekonomi di Indonesia.
Dalam bukunya yang berjudul Development as Freedom, Amartya Sen, seorang peraih Nobel bidang ekonomi, memberi penjelasan yang sangat memukau bahwa esensi dari proses pembangunan pada akhirnya adalah freedom atau kemerdekaan. Pembangunan adalah pemberdayaan manusia untuk terbebas dari kelaparan, kemiskinan, dan kebodohan.
Fokus dari peran negara seyogianya adalah bagaimana memerdekakan setiap warga bangsa dari belenggu ekonomi. Tesis dari Sen adalah jika setiap orang sudah merdeka secara ekonomi, maka kemerdekaan dalam aspek lainnya. Jadi, kemerdekaan ekonomi merupakan prasyarat dari kemerdekaan yang seutuhnya.
Tak ada yang salah dengan tesis Amartya Sen. Dia telah berhasil menunjukkan satu sisi yang sering kita lupakan, yakni negara harus hadir dalam membangun manusia yang merdeka.
Namun, sayangnya fokus dia adalah kemerdekaan yang sifatnya individualistik tanpa menyentuh kemerdekaan ekonomi dari sebuah bangsa. Dimensi inilah yang seharusnya kita isi sekarang ini secara habis-habisan.
Merujuk pada istilah yang selalu didengungkan oleh Bung Karno semasa revolusi dahulu, setelah Indonesia memperoleh kemerdekaan secara politik, maka masalah besar yang dihadapi oleh bangsa ini adalah neokolonialisme.
Menurut Bung Karno, penjajahan secara militer akan berevolusi menjadi penjajahan secara ekonomi. Inilah bentuk penjajahan yang paling mematikan karena tak bisa dilawan dengan kekuatan fisik ataupun senjata.
Sejatinya penjajahan adalah penaklukan sebuah bangsa oleh bangsa lainnya, terutama secara ekonomi. Dahulu VOC datang ke nusantara dalam rangka pencarian dan penguasaan jalur perdagangan rempah-rempah.
Harap diingat bahwa kita pertama kali dijajah bukanlah oleh Kerajaan Belanda. Kita dijajah oleh VOC yang merupakan sebuah perusahaan dagang yang berasal dari Belanda. Baru setelah itu VOC yang bankrupt menyerahkan wilayah kekuasaannya kepada Kerajaan Belanda.
Belajar dari hal ini, sebuah perusahaan bisnis secara historis memang memiliki kemampuan untuk melakukan penjajahan dalam semua bidang. Motif keuntungan ekonomi bisa melahirkan penjajahan.