Artinya, ada 2 (dua) norma undang-undang yang mengizinkan otoritas lockdown dipegang oleh pemerintah daerah. Pertama, UU No 24 Tahun 2007 dan kedua, UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Melihat pula teori otonomi daerah, yang memberikan keleluasan pemerintah daerah menetapkan kebijakan. Oleh karenanya, demi menyelematkan nyawa dan pemenuhan hak atas kesehatan masyarakat, tidak ada salahnya pemerintah daerah berwenang menetapkan lockdown, dengan pertimbangan dan konsekuensi kebutuhan mendasar masyarakat ditanggung oleh masing-masing keuangan pemerintah daerah.
Local lockdown adalah istilah yang tepat kala kebijakan itu dilakukan oleh pemerintah daerah. Telah viral di media sosial, bahwa local lockdown dilakukan dalam tingkat desa-dusun, kelurahan-kampung. Tanpa mempersoalkan dan menanti kebijakan Pemerintah Pusat, local lockdown di tingkat bawah semata-mata dimaksudkan oleh masyarakat untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya (vide: Pasal 28A UUD 1945), agar tidak semakin terancam oleh Covid-19.
Memaklumi Pemerintah Pusat yang sampai saat ini belum menelurkan perintah lockdown, karena pada dasarnya konsekuensi yuridis untuk menetapkan kebijakan lockdown bukan perkara yang mudah. Pemerintah Pusat harus menyediakan kebutuhan mendasar bagi setiap warga negara, khususnya soal pangan dan jaminan kesehatan. Jika Negara hadir mematuhi perannya untuk melindungi segenap tumpah darah rakyat Indonesia dari wabah Corona, alangkah bijaknya dana yang telah dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, penyusunan omnibus law, dan insentif promosi pariwisata dialihkan untuk pemenuhan sembako dan hak-hak dasar kebutuhan masyarakat untuk nantinya melaksanakan lockdown. Semoga Bumi Pertiwi lekas pulih dan tersenyum kembali atas cobaan ini.
Admin/SN
Komentar