Meraba Dasar Hukum Lockdown

Sudah ada 2 (dua) daerah yang menetapkan lockdown, yakni Pemerintah Kota Tegal dan sebelumnya sudah dilakukan pula oleh Gubernur Papua Lukas Enembe. Kedua Pemerintah Daerah tersebut dianggap mendahului kewenangan Pemerintah Pusat yang sampai saat ini belum mengeluarkan penetapan lockdown.

Apa yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Tegal dan Papua sebetulnya tidak juga dianggap mendahului Pemerintah Pusat. Terlebih keberadaan Kepres No 7 Tahun 2020, memberi ruang bagi pemerintah daerah untuk mengelola informasi dan menetapkan kebijakan sektoral. Persoalannya, mengenai aturan hukum siapa yang berwenang untuk me-lockdown dalam perundang-undangan di Indonesia masih terjadi inkonsistensi.

Dampak dari inkonsistensi tersebut membuat antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah tidak serasi. Sehingga perlunya meraba siapa otoritas kewenangan secara hukum untuk melakukan lockdown.
Lockdown sejatinya didasari sebagai wujud dari keadaan bahaya. Secara konseptual, keadaan bahaya terjadi dalam keadaan negara tidak dapat lagi berjalan normal, yang dipengaruhi oleh perang, genosida, bencana alam, dan bencana non alam yang mempengaruhi eksistensi negara. Mengusut norma hukum terkait keadaan bahaya, dikontruksikan mulai dari norma tertinggi dalam UUD 1945 Pasal 12, mengatur Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibat keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang. Namun di tingkat undang-undang, persoalan muncul karena dasar delegasi kewenangan memiliki kerancuan.

Perhatikan seksama, dalam UU No 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya, kendali atas keadaan bahaya dipegang oleh Presiden bersama TNI. Selanjutnya, dalam UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, baik bencana yang disebabkan alam maupun non-alam, Pemerintah Pusat dan Daerah diberikan kewenangan untuk menentukan sendiri status kedaruratannya. Terkait pandemik Covid-19 sudah sepantasnya sebagai kedaruratan bencana kategori non-alam. Sementara UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan penanggulangan wabah pandemik dilakukan bersama-sama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Idul Rishan, 2020).

Komentar