Oleh: Kunto Wisnu Aji, SH
(Praktisi Hukum)
Penyebaran Corona Virus Disease 19 (Covid-19) semakin tak terbendung. Keprihatinan mendalam pun patut dirasakan di kala hari demi hari status orang yang positif Covid-19 semakin melonjak. Pandemi ini memang tidak boleh dianggap enteng dan remeh. Namun sepatutnya pula, tetap menyikapinya dengan tenang, tidak over panik, dan senantiasa waspada. Pola hidup bersih dan sehat, secara promotif dan preventif diharapkan mampu mencegah penyebaran Covid-19. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyiarkan, bahwa Covid-19 dinyatakan sebagai pandemi. Fenomena wabah ini telah merebak secara global sejak akhir tahun 2019.
Menyikapi penyebaran pandemik Covid-19, Pemerintah melalui Presiden mengeluarkan Keputusan Presiden No 7 Tahun 2020 tentang Pembentukan Gugus Tugas Percepatan Kewenangan Covid-19. Produk Kepres tersebut, akhirnya mengalahkan “kepedean” Pemerintah yang semula lebih mementingkan promosi terhadap sektor pariwisata dan menganggap virus Corona tidak akan menjamur di Indonesia. Namun faktanya, Covid-19 telah merenggut puluhan nyawa. Guyonan tentang nasi kucing yang diandalkan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, ternyata gagal menangkal serangan virus Corona ke Indonesia.
Hingga saat ini, warga negara Indonesia yang terpapar positif Covid-19 sudah mencapai 1000 lebih pasien. Di samping Kepres tentang Gugus Covid-19, Pemerintah Pusat mengeluarkan imbauan guna memerintahkan masyarakat melakukan social distancing untuk meminimalisir meluasnya pandemi. Yang kemudian diikuti oleh para kepala daerah di Indonesia. Namun imbauan tersebut sebatas jalan pintas, karena tidak memuat sanksi paksaan (pidana) bagi orang yang tidak mengindahkan social distancing.
Dasar Hukum Lockdown
Semakin meluasnya penyebaran virus Corona, tampaknya upaya social distancing saja tidak cukup untuk memutus mata rantai wabah Covid-19. Ada gebrakan yang serius untuk mendorong agar Pemerintah Pusat berani menetapkan kebijakan berupa lockdown (mengingat sudah dalam keadaan darurat/bahaya). Lockdown secara peraturan perundang-undangan memang tidak dikenal, namun mengacu pada UU Kekarantinaan Kesehatan, lockdown dipersamakan sebagai pembatasan atau karantina. Lebih padunya, lockdown merupakan bentuk dari karantina wilayah (Pasal 1 angka 10) untuk membatasi setiap orang dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit yang lebih meluas.
Komentar