Pembantaian Massal 1965-1966
Tidak ada yang salah dengan peringatan belasungkawa atas gugurnya para perwira AD dalam tragedi 1965 itu. Akan tetapi, tulis Asvi, persoalan yang lebih penting dan lebih patut diperingati adalah: kematian lebih dari 500 ribu jiwa warga Indonesia setelahnya.
Sepanjang titi mangsa 1965-1966, juga tahun-tahun setelahnya, terjadi pembantaian besar-besaran terhadap orang-orang yang dianggap PKI atau antek-anteknya, bahkan kepada mereka yang dituding terkait dengan komunis, kendati tanpa bukti yang kuat dan tanpa proses pengadilan.
Keseluruhan jumlah korban pembantaian itu masih menjadi misteri hingga kini. Dikutip dari The Indonesian Killings of 1965-1966 (1990) karya Robert Cribb, Angkatan Bersenjata RI memperkirakan jumlah yang dibantai mencapai sekitar satu juta orang.
Sedangkan menurut orang-orang komunis yang selamat dari pembantaian dan mengalami trauma, tulis Theodore Friend dalam Indonesian Destinies (2003), perkiraan awal jumlah korban pembantaian terhadap orang-orang yang dituduh PKI dan komunis tidak kurang dari dua juta orang.
Sebagian sejarawan menyepakati setidaknya setengah juta orang dibantai. Oleh M.C. Ricklefs dalam A History of Modern Indonesia since c.1300 (1991), jumlah ini disebut lebih banyak ketimbang peristiwa apa pun dalam sejarah Indonesia.
Setelah Orde Baru runtuh, investigasi untuk menguak tragedi pembantaian 1965-1966 mulai diupayakan, kendati tetap saja mengalami hambatan. Pada 23 Juli 2012, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan bahwa pembantaian orang-orang yang dituduh komunis itu merupakan pelanggaran HAM berat.
Pernyataan Komnas HAM tentang “Hasil Penyelidikan Pelanggaran HAM yang Berat Peristiwa 1965-1966″ terungkap, ke-9 pelanggaran itu meliputi: Pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran/pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau kebebasan fisik lainnya secara sewenang-wenang, penyiksaan, pemerkosaan dan kejahatan seksual lainnya, penganiayaan, serta penghilangan orang secara paksa.
Barangkali benar bahwa Pancasila memang sakti kendati para pahlawan revolusi harus terlebih dulu menjadi korban. Namun, apakah ratusan ribu atau bahkan jutaan rakyat yang dibantai oleh sesama anak bangsa tidak pantas mendapat penghormatan yang juga sama layaknya?.
Aji Setiawan, ST. Mantan aktivis Litbang PMII Cabang Yogyakarta. Penulis tinggal di Purbalingga Jawa Tengah.