“Maka harus ada kesadaran bersama dari berbagai elemen masyarakat di Manggarai Raya bahwa pengembangan geothermal Pocoleok adalah bagian untuk menyelamatkan APBN dan menyelamatkan energi nasional ke depan,” jelas Peneliti Alpha Research Database, Ferdy Hasiman
Belum melihat fakta bahwa wilayah-wilayah NTT tak memiliki lapangan minyak. Kilang Migas, seperti kilang Dumai, Minas, Duri dan Cilacalap jauh dari Flores dan NTT. Kilang-kilang yang memproduksi BBM ini jaraknya sangat jauh dari Flores dan butuh biaya angkut besar untuk mendatangkan BBM ke Flores melalui Pelabuhan Reok di Manggarai. Jarak yang jauh tentu akan berakumulasi pada perhitungan biaya sewa listrik ke pelanggan. Maka, untuk menyamakan harga di Jawa dan Flores, pemerintah harus mengeluarkan dana subsidi listrik. Padahal, dana subsidi ini bisa dialokasi pemerintah pusat untuk pembangunan infrastruktur di daerah-daerah terisolir di Manggarai Raya.
“Butuh biaya angkutan laut yang memakan dana besar bagi PLN untuk memenuhi kebutuhan listrik Flores yang nota bene 80 persen dari BBM. Atas dasar itu, saya perlu mengapresiasi langkah Pemerintah Daerah Manggarai yang telah menerbitkan SK Penlok II untuk pengembangan PLTP 5 dan 6 di Pocoleok. Masyarakat pemilik tanah, saya mendengar ada 17 pemilik lahan telah menerima ganti rugi lahan dengan total 3,2 miliar. Itu tentu penilaiannya sudah sesuai prosedur,” jelas Ferdi Hasiman juga sebagai penulis buku Freeport tentang Bisnis orang kuat vs kedaulatan Negara, ini.
Keputusan Pemda terkait penlok II ini juga sangat penting agar proyek geothermal Pocoleok segera didorong pada tahun 2025 atau tahun 2026. Keputusan ini juga sangat penting sebagai bagian untuk menyelamatkan energi nasional. Ke depan, Indonesia tak bisa terus-menerus mengandalkan BBM, karena impor tinggi dan batubara yang tinggi karbon yang berujung pada kerusakan lingkungan. Energi transisi, seperti PLTP adalah andalan karena lebih ramah lingkungan dan jangka panjang.