Dalam menjalankan sistem demokrasi di Indonesia praktisnya selama ini sistem demokrasi lebih condong ke oligarki. Dari oligarki melahirkan transaksi, transaksi melahirakan oligariki, politik oligariki merupakan sistem politik yang membuat pengambilan keputusan-keputusan penting dikuasai oleh sekelompok elit penguasa partai politik. Kehadiran kelompok oligarkis menjadi suatu ancaman yang sangat besar dalam perpoolitikan Indonesia. Bentuk negara yang demokrasi tidak lagi mencapai dan mencerminkan kebaikan bersama atau bonum commune, melainkan menunjukkan kepentingan kelompok tertentu.
Dalam tulisan ini penulis akan menggunakan pemikiran Karl Raymund Popper dalam melihat praktik perpolitikan yang tengah dijalankan di Indonesia. Lebih khusus lagi pandangan Popper yang termuat dalam bukunya The Open Society and Its Enemies.
The Open Society and Its Enemys
The Open Society and Its Enemys merupakan salah satu karyanya yang terkenal yang diterbitkan pada tahun 1945. The Open Society, merupakan sebuah gagasan yang muncul pasca Perang Dunia II, mencoba mengampanyekan kebebasan dan kesetaraan individu serta menentang keras berbagai bentuk operasi yang sebelumnya langgeng di hampir seluruh belahan dunia (Maydi Aula Riski, 2021). Dalam bukunya ini merupakan kritikan atas totalitarianisme yang seringkali menutup akses bagi orang lain dalam memberikan suatu aspirasi kepada pemimpin suatu wilayah.
Dalam masyarakat terbuka, pendekatan Popper terutama bukan resep untuk memperjuangkan kebaikan terbanyak. Popper menyebutnya sebagai rekayasa sedikit-sedikit, tujuannya ialah memerangi kedurjanaan untuk sedapat mungkin mengurangi kesengsaraan (Karlina Supelli, 2011). Dengan adanya kebaikan terbanyak ini hal utama yang dilakukan ialah mencari sumber masalah yang sedang terjadi dalam negara, setelah masalah-masalah tersebut mulai tersingkapi hal kedua yang dilakukan ialah dengan mencari solusi atau jalan keluar.
Konsep Masyarakat Terbuka Pooper dan Relevansinya dalam Perpolitikan Indonesia