Tak hanya kumpulkan barang rongsokan dari tempat sampah, setiap hari ibu Nur Bia, bekerja sebagai buruh harian, dengan upah 30.000/hari, selain itu, ibu tunarungu ini juga setiap harinya mengumpulkan kayu bakar untuk dijual seharga 20.000/ikat.
“Kami tidak punya lahan untuk digarap, sehingga untuk tanam padi tidak bisa, sehingga kalau musim panen kami pergi bantu orang, supaya dapat padi ,tapi itu pun harus ikut bantu mulai dari tanamnya, kalau tidak, kami tidak di panggil untuk mengetam,”ujar Nur Bia saat ditemui media ini.
Sementara untuk memperoleh penghasilan lebih, kedua anak laki-lakinya Rusdiawan Saputra (14), kelas VII di SMPN IV Komodo dan Wildan saputra(12), yang masih duduk dibangku kelas V Sekolah Dasar (SD) harus banting tulang membantu ibu menafkahi keluarga tersebut dengan menjadi pemulung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Ironisnya, dari pantauan media ini, lokasi TPA tersebut, terdapat sampah rumah sakit, yang besar kemungkinan mereka bisa saja terkontaminasi dengan penyakit-penyakit menular.
“Kami pungut besi untuk jual ke Mas jawa yang datang pake motor. Sandal bekas, tas bekas, dan sepatu kami cuci dulu untuk pake sendiri,” Ungkap kedua anak laki-laki (Rusdiawan dan Wildan).
Selain itu, lanjut Rubya, selama Pandemi Covid-19, bantuan-bantuan seperti BST, BLT Kabupaten, atau pun BLT Desa tidak mereka rasakan, sebab mereka hanya penerima manfaat dari PKH yang berjumlah 200.000/bulan, itu pun tidak diterimanya rutin setiap bulan.
Laporan: Volta