Sikap bangkang sekelompok warga Muslim Nangahale dimaksud adalah berupa penolakan terhadap permintaan tim gabungan TNI-Polri dalam Satgas COVID-19 untuk tidak dilakukan sholat dan tarawih berjamaah karena mereka hanya mau tunduk pada perintah Allah sesuai hukum syariah. Ini jelas sama dengan sikap telah menegakan hukum syariah dan menolak hukum negara, inilah sikap Intoleran dan radikal yang identik dengan prinsip syariah HTI.
Mengapa kapolres Sikka AKBP Sajimin tidak mengambil langkah tegas berupa penindakan (Penyelidikan dan Penyidikan) terhadap sekelompok warga Muslim Nangahale dan dengan kaca mata kuda melihat peristiwa penolakan warga Muslim Nangahale terhadap tim gabungan TNI-Polri dalam Satgas COVID-19 sebagai peristiwa biasa dan tanpa mengatakan Sikka tidak ada HTI dan radikalisme.
Mendikotomikan Hukum Negara dan Hukum Syariah
Bukankah sikap sekelompok warga Muslim Nangahale, sebagai telah membuat dikotomi dengan menghadapkan hukum syariah dan hukum negara lalu memilih hanya patuh kepada hukum syariah sebagai perintah Allah. Padahal, sikap demikian sama persis dengan sikap HTI dalam memperjuangkan tegaknya khilafah dan hukumnya adalah menegakan hukum syariah di Indonesia.
Kapolres Sikka AKBP Sajimin telah menutup-nutupi perisitiwa sekelompok warga Muslim di Nangahale yang telah nyata bersikap intoleran dan radikal. Hal ini menimbulkan kecurigaan publik Sikka jangan-jangan kapolres Sikka AKBP Sajimin pun telah terpapar intoleransi dan radikalisme, karena itu AKBP Sajimin sangat tidak layak dipertahankan sebagai kapolres Sikka di tengah situasi Sikka yang tidak kondusif akibat intoleransi dan radikalisme.