“hasil rontgen waktu itu mama baik-baik saja, paru-parunya bersih, hanya saja ada sedikit pembengkakan di jantung, ini karena mama hipertensi, terus ada gangguan fungsi ginjal dan gulah dara naik, dan tidak ada penjelasan kalau mama ada kaitannya dengan covid-19, akhirnya mama diperbolehkan pulang ke rumah” tutur HW.
Selanjutnya pada, Sabtu (02/05/2020), almarhumah kembali mengalami sesak napas, pihak keluargapun kembali mengantarnya ke RSUD Ben Mboi. Karena tidak mau pulang ke rumah TJL akhirnya diopname, sembari petugas melakukan observasi.
“waktu itu hasil rontgen mama yang sebelumnya sudah dianalisa dibaca lagi. Kami bingung sebab penjelasannya sudah beda dengan pembacaan sebelumnya, sebelumnya dokter bilang tidak ada kaitan dengan Covid-19, tapi saat itu serta merta dikaitkan dengan Covid-19, padahal masih hasil rontgen yang sama” katanya.
Sejak saat itu pihak rumah sakitpun mulai menanyakan apakah almarhumah pernah ada riwayat perjalanan jauh atau pernah kontak dengan orang yang datang dari zona merah.
HW memang mengakui ada dua orang adiknya yang baru datang dari Kupang yaitu tanggal 2 dan 19 April lalu. Dengan dalih ini kemudia Tim Gugus melakukan rapid test terhadap 14 orang yang dinilai telah melakukan kontak langsung dengan mereka.
Hasilnya menurut HW semuanya negatif.
“ya saya juga tidak tahu persis, apakah waktu adik saya pulang ke Ruteng, Kupang sudah masuk zona merah atau tidak, karena hasil rapid test kami semua negatif” tuturnya.
Hal senada juga disampaiakan HR (33) putra kedua mendiang TJL. Menurutnya pihak Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kabupaten Manggarai sudah tidak benar memvonis almarhumah Ibunya sebagai PDP Covid-19. Sebab menurut dirinya vonis itu hanya berdasar asumsi belaka.
“jujur saya dan keluarga sangat kecewa dan sakit hati, mama saya divonis sebagai PDP Covid-19 setelah jadi mayat, dan ini hanya berdasarkan asumsi, asumsi itukan berdasarkan fakta, hasil rapid test mama saya negatif, kenapa ditetapkan sebagai PDP covid-19 ” ungkapnya.
Komentar