Lebih lanjut, Harris mengatakan bahwa pihaknya menargetkan hingga 2030 kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) bisa mencapai 3.355 MW.
“Target kita untuk sampai dengan 2030 sebagaimana yang ada di RUPTL itu, ada tambahan 3.355 MW, sebagian sudah terpasang sih di 2022 kemarin. Jadi totalnya tidak lagi sebanyak 3.355 MW,” jelas Harris.
Namun begitu, Harris menyebutkan penambahan kapasitas PLTP tersebut masih membutuhkan dukungan pembiayaan, yang mana juga ada beberapa tahapan yang perlu dilaksanakan dalam peningkatan kapasitas terpasang pembangkit listrik panas bumi di Indonesia.
“Mereka ini kan progresnya macam-macam. Ada yang sedang masa eksplorasi, ada yang sudah masuk tahap eksploitasi tapi belum melakukan konstruksi, ada yang sudah konstruksi, dan lain-lain. Mereka di tahapan tersebut juga membutuhkan support pembiayaan,” tegasnya.
Untuk diketahui, Indonesia merupakan pemilik sumber daya panas bumi terbesar kedua setelah Amerika Serikat. Hingga Desember 2020, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat sumber daya panas bumi Indonesia mencapai sebesar 23.965,5 Mega Watt (MW) atau sekitar 24 Giga Watt (GW).
Amerika Serikat menduduki peringkat pertama untuk sumber daya panas bumi yakni mencapai 30.000 MW. Selanjutnya, Indonesia 23.965,5 MW, Jepang 23.400 MW, Kenya 15.00 MW dan terakhir Islandia 5.800 MW.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, hingga akhir 2022, kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) RI baru mencapai 2.342,6 Mega Watt (MW). Capaian ini juga masih lebih rendah dibandingkan target 2022 yang sebesar 2.344,1 MW.
Bila dibandingkan dengan total sumber daya panas bumi RI yang mencapai 23.965,5 MW, artinya panas bumi untuk sumber energi RI baru dimanfaatkan 9,8%.