Sementara itu, Ketua STKIP Wee Tebula, Wilhelmus Yape Kii lebih memfokuskan observasinya pada bagaimana guru mengajar di kelas. Menurut hasil pengamatannya, apa yang diaplikasikan oleh guru telah membawa dampak positif bagi perkembangan kemampuan siswa, khususnya pada kemampuan numerasi. Namun masih ada beberapa siswa yang masih membutuhkan perhatian lebih. “Saat di kelas, saya melihat masih ada siswa yang tidak dapat melakukan apa yang guru sampaikan. Dan saat saya memberi soal penjumlahan sederhana, mereka belum mampu menjawab,” ungkapnya.
Diakuinya, penggunaan media pembelajaran yang memanfaatkan barang-barang bekas sangat membantu siswa dalam belajar. “Saya melihat secara langsung manfaat penggunaan alat bantu ini. Misalnya, saat menggunakan tutup botol, siswa dapat menjawab soal operasi pengurangan yang diberikan guru, namun ketika diminta untuk menjawab soal yang sama tanpa menggunakannya, mereka bingung,” tambahnya.
Program Numerasi Kelas Awal di SBD berakhir pada bulan November 2019. Setelah melakukan observasi ke sekolah, Wabup Taka dan perwakilan instansi yang hadir berharap agar program ini dapat direplikasi ke SD lainnya di SBD. Merespon niat tersebut, Kepala Bidang Sosial Budaya Bappeda, Aurelius R. E. Nganggo menghimbau agar kemauan tersebut harus didukung dengan penanggaran yang sesuai. “Jangan kita hanya ingin perbaiki ini, perbaiki itu, tapi penganggaran tidak jalan,” tegasnya.
Sementara itu, Hironimus Sugi selaku Manajer Provinsi INOVASI untuk Sumba – NTT mengapresiasi partisipasi seluruh peserta monitoring bersama dan menyatakan dukungan tim INOVASI untuk menjangkau sekolah-sekolah lainnya di SBD. “Kami siap membantu secara teknis agar sekolah-sekolah yang lainnya juga dapat merasakan manfaat dari program ini,” ucapnya.
Komentar