oleh

Harapan untuk Elit Katolik

Kajian-kajian tentang kemiskinan, ketidakadilan dipaparkan kepada publik sebagai prestasi besar serentak mendongkrak prestise elit politik. Memang satu sisi merupakan bentuk inventarisasi data lapangan secara kuantitatif masyarakat. Sisi lain, kajian-kajian itu hanya menghasilkan apa yang dinamakan Gayatry Spivak sebagai “kekerasan epistemik” kalau tanpa sebuah solusi yang nyata dan konstruktif. Pembentukan wacana semacam ini hanya menambah beban masyarakat. Akhirnya masyarakat menelan pil opium, yang mengikirs kesadaran kritis. Mereka dilindas dengan produk dominasi pengetahuan-pengetahuan, tanpa suatu transformasi menuju subjek politik. Artinya masyarakat sedang diobjektivikasi sebagaimana konsep Michel Foucault.

            Objektivikasi subjek berarti adanya pereduksian subjek menjadi objek pendisiplinan dalam kajian-kajian epistemik, lalu lupa solusi konkret terhadap ketimpangan sosial masyarakat. Dalam hal ini, masyarakat hanya dijadikan objek politik, tanpa keterlibatan penuh dalam dialektika kebaikan bersama. Yang dirasakan masyarakat ialah hadirnya elit-elit politik dalam wacana-wacana diskursus elitis yang melihat realitas dari kaca mata penelitian, minim kerja praksis. Hasilnya kebijakan dan pembangunan cenderung dipaksakan, hingga tersingkirnya masyarakat lemah. Padahal, kebijakan pembangunan itu mesti berakar dan bertitik tolak dari kenyataan sosial masyarakat. Dalam hal ini, masyarakat tidak sedang membangun resistensi atau anti-intelektualisme. Namun, sering kali ketaatan pada asas-asas akademik membuat elit-elit politik tinggal dalam menara gading pengetahuan. Akibatnya lupa daratan.

Lebih lanjut bahaya yang sering muncul dari praktek “superioritas posisional” ialah menguatnya pragmatisme dalam diri elit politik. Cita-cita bersama dicaplok oleh hasrat individualisme. Politik bukan lagi dilihat sebagai ruang bersama, melainkan hanya sebatas memenuhi kepentingan sebagian orang. Kehadiran dalam ruang bersama tidak lagi memperjuangkan ide, gagasan, dan misi, tetapi hanya melepas hasrat golongan.

Diskurus tentang kemiskinan, ketidakadilan, human trafficking, dan berbagai kepincangan sosial masyarakat hanya merupakan konsumsi intelektual yang bersifat elitis. Artinya kemiskinan, ketidakadilan, human trafficking yang diobral dalam ruang publik hanya bersifat wacana untuk menyedot perhatian masyarakat. Di balik kajian-kajian itu, terselip logika ekonomis yaitu mempolitisasi kenyataan-kenyataan sosial masyarakat demi keuntungan pribadi.

Spiritualitas Keterlibatan Otentik

            Oleh karena itu, hemat saya perlu dan mendesak elit-elit politik itu memaknai keterwakilannya dalam kekuasaan. Keterwakilan elit-elit politik dalam kekuasaan mesti mampu membongkar arsitektur politik yang cenderung hegemoni dan pragmatis. Salah satu harapan dan sorotan masyarakat ialah tentang keterwakilan elit Katolik.

Komentar