Kedua, yuridis. Setelah cita hukum dirumuskan, kesemuanya wajib dijabar-wujudkan dalam instrumen normatif hukum. Instrumen normatif semacam Undang-undang Dasar (UUD), Undang-undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), dan lainnya menjadi wujud representasi, interpretasi, dan implementasi atas Pancasila.
Ketiga, sosiologis. Segi ini meniscayakan bahwa segala norma, ketika diejawantahkan secara teknis dalam peraturan perundang-undangan, seyogyanya tidak melawan nilai-nilai yang telah ada dalam masyarakat. Masyarakat menjadi titik-tolak, sarana, sekaligus tujuan hukum. Keberlakuan hukum, dengan demikian, tak akan terlepas dari masyarakat sebagai sasaran akhirnya.
Kita harus mampu mengkritisi setiap persoalan, contohnya dalam persoalan hukum sekarang ini yang menurut hemat penulis, perlunya merekonstruksi kembali hukum kita, harus benar-benar berdasarkan cita-cita luhur bangsa tentang keadilan dan kesejahteraan masyarakat dengan cara perlunya diberlakukannya sas publisitas atas pemberlakuan Undang-undang di Negara tercinta ini.
Asas Publisitas
Asas fiksi hukum telah menafikan segi sosiologis dari hukum itu sendiri. Rakyat dianggap mengetahui segala peraturan yang dibikin negara. Negara tak berkewajiban melakukan upaya untuk menyuluhi instrumen yuridis yang diterbitkannya. Kewajiban untuk mempublikasikan peraturan ke sebanyak mungkin warga negara dengan sendirinya gugur tatkala Pemerintah secara resmi menempatkannya dalam LembaranNegara.
Asas fiksi hukum yang kini berlaku mesti segera diganti atau harus disertakan dengan asas publisitas, dengan asas publisitas yang mensyaratkan agar masyarakat memiliki akses dalam memperoleh informasi hukum. Asas publisitas menunjukkan, adalah kewajiban pemerintah untuk memublikasikan peraturan perundang-undangan, terutama yang sifatnya mengikat secara umum, agar tercipta masyarakat yang patuh terhadap hukum.
Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan mengatur secara tegas asas publisitas. Pemerintah harus berupaya untuk menyebarkan setiap produk perundang-undangan kepada masyarakat dan tidak serta-merta mengandalkan asas fiksi hukum untuk memastikan keberlakuan hukum.
Budaya hukum masyarakat tidak dapat dipisahkan dari intensitas disseminasi dan penyuluhan yang dilakukan para penyelenggara negara kepada masyarakat. Setiap penyelenggara negara berkewajiban memberikan penyuluhan hukum sebagai bagian dari proses edukasi dan pembudayaan hukum. Dengan kata lain, fiksi hukum harus didukung dengan sosialisasi hukum secara memadai.
.
Komentar