Dikatakan bahwa Sensus Pertanahan yang dilakukan oleh Badan Pertanahan tahun 2019 yang lalu juga dianggap sebagai modus untuk mendapatkan perkerjaan baru, sehingga begitu banyaknya hasil sensus Pertanahan itu menjadi tumpang tindih pada aplikasi BPN.
“Hasil sensus pertanahan yang dibuat tahun 2019 juga adalah modus, kamu sengaja bikin salah, hingga tumpang tindih di dalam aplikasi BPN, ujung-ujungnya suruh rekon padahal fisik tanah masyarakat tidak ada masalahnya,” ujarnya.
Sehingga pada kesempatan ini, lanjut Step Herson, FP2N akan menyampaikan beberapa tuntutan terkait permohonan sertifikat tanah atas nama Suwandi Ibrahim salah satu ahli waris dari Almarhum Ibrahim Hanta, yang dihibahkan kepada Mikael Mansen yang telah menjadi sengketa di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Manggarai Barat.
Massa FP2N mendesak BPN untuk segera membatalkan sejumlah sertifikat tanah atas nama, Nikolaus Naput, Irene Winarty Naput, Yohanes Vans Naput, Maria Fatmawati Naput, Karlus H.Sikone, Elisabeth Eni, Rasyina Yulti Mantuh, Albertus Alvianto Ganti, yang berlokasi di Lengkong Karanga, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), karena dianggap cacat hukum.
Menurutnya, dokumen sebagai alas hak yang digunakan untuk menerbitkan ke-8 Sertifikat itu sudah tidak sesuai dengan letak obyek tanah yang diukur oleh Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Manggarai Barat.
Batas-batas obyek tanah yang tercatat dalam dokumen pernerbitan ke-8 sertifikat itu juga, tidak sinkron atau tidak sesuai dengan batas-batas tanah yang diukur. Selain itu, luas obyek tanah yang tercatat di dokumen yang digunakan sebagai dasar penerbitan sertifikat itu juga tidak dicantumkan.
Sehingga FP2N menilai, BPN tidak teliti dan gagal dalam memberikan pelayananya kepada masyarakat Kabupaten Manggarai Barat.
Atas dasar itu, lanjut Stef, terhadap BPN kabupaten Mangarai Barat FP2N menyampaikan beberapa tuntutan.