oleh

Ahang Duga Pemred Floresa Bekerja untuk Kepentingan Diri

Kepada mereka, saya mengulangi penjelasan saya kepada polwan itu dan meminta mereka mengecek web Floresa karena di situ terdapat pengakuan dan penegasan bahwa saya adalah jurnalis sekaligus Pemimpin Redaksi Floresa.

Apa yang ditulis oleh Pemred Floresa, Herry Kabut di atas secara, jelas Ahang lebih jauh,  terang-benderang bahkan secara sadar telah mengabaikan kode etik jurnalistik Dewan Pers yaitu TIDAK menunjukkan identitas kepada nara sumber, dalam hal aparat kepolisian yang sedang bertugas mengawasi/mengawal identifikasi lahan untuk akses jalan masuk menuju lokasi wellped D di Meter untuk kepentingan pengembangan proyek PLTP Ulumbu unit 5 dan 6 Poco Leok.

Untuk diketahui, pengembangan PLTP Ulumbu di wilayah Poco Leok, telah terjadi pro dan kontra di masyarakat dan telah menjadi perhatian public, termasuk media pemberitaan. Media Floresa diyakini telah mengetahui hal tersebut.

Pro dan kontra tersebut antara masyarakat pemilik lahan yang menyetujui lahannya untuk dijadikan lahan pengembangan PLTP Ulumbu di Poco Leok dengan masyarakat yang bukan pemilik lahan.

Wartawan Floresa dalam hal ini Pemred Floresa, Herry Kabut, mengetahui bahwa potensi eskalasi koflik horizontal di wilayah Poco Leok akan bahkan terjadi terkait pengembangan PLTP Ulumbu sehingga aparat keamanan hadir untuk mencegahnya. Namun Pemred Floresa secara sadar menjalankan tugasnya dengan tidak mengindahkan prinsip-prinsip kerja seorang wartawan sebagaimana diatur dalam UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers dan kode etik jurnalistik.

Dia tegaskan, kesalahan lain, selain tidak menunjukan kartu identitasnya sebagai seorang jurnalis adalah menyuruh pihak aparat kepolsian untuk mengecek identitasnya di website milik Floesa.

“Berada dalam situasi di lapangan, dengan menyuruh aparat kepolisian untuk memeriksa website milik media Floresa adalah bukan cara kerja profesional dari seorang jurnalis, karena yang dinamakan identitas diri seorang jurnalis adalah melekat atau satu kesatuan dari jurnalis; atau dengan kata lain, kartu identitas jurnalis itu melekat nyata pada badan seorang pekerja media, bukan di website media,” ungkapnya.

Kata Dia, Pemred Floresa telah mempertotonkan ke publik hal-hal yang bertentangan dengan UU No.40 tahun 1999 tentang pers dalam soal melaksanakan perannya sebagaimana diatur dalam pasal 6 yaitu menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum.

“Sangat disesalkan, Pemred Floresa telah menunjukkan cara kerja pers yang bertolak belakang dengan asas-asas supremasi hukum yaitu transparansi dan akuntable. Cara kerja yang tidak transparan sebagai sorang jurnalis adalah cara kerja untuk kepentingan diri, bukan untuk kepentingan umum,” Ahang kembali menegaskan.

“Media dan wartawan Floresa telah menunjukkan cara kerja yang di luar aturan, seolah-olah memiliki hak istimewa dalam menjalan tugas atau kerja jurnalistik dengan membelakangi UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers, dan kode etik jurnalistik. Ataukah media Floresa memiliki hak istimewa sebagai sebuah media pemberitaan?” demikian Marsel Ahang