oleh

Merasa Dirugikan, Masyarakat Adat Sumba Timur Tolak PT. Muria Sumba Manis Beroperasi

Sumba Timur, Swarantt.net – Masyarakat adat Sumba Timur menolak  PT. Muria Sumba Manis (MSM) beroperasi di daerah mereka karena sudah melakukan pelanggaran Hukum dan Ham. Pasalnya PT. MSM membuka perkebunan tebu tanpa mempertimbangkan keselamatan lingkungan dan masyarakat yang berada disekitar area perkebunan.

Demikian di kantor Lokataru melalui press release yang diterima swarantt.net Minggu (07/07/2019).

Di sampaikan oleh Rambu Dai Mami mewakili masyarakat adat memaparkan, Hasil investigasi yang dilakukan langsung oleh staf perwakilan dari Lokataru yang di bantu oleh LSM sejak Januari 2019 – Maret 2019 di lima desa yang berada di tiga Kecamatan yang berbeda membuktikan, adanya pelanggaran Hukum dan Ham yang di lakukan oleh PT. MSM dalam bisnis perkebunan tebunya terhadap masyarakat setempat.

Di temukan lima Pelanggaran yang dilakukan oleh PT. MSM  diantaranya pelanggaran bidang Lingkungan Hidup ,Keagamaan dan Kebudayaan ,Ketenagakerjaan serta Bidang Pertanahan.

Lima pelanggaran ini berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat adat di Sumba Timur. Karena mengakibatkan rusaknya hutan dan padang penggembalaan serta adanya privatisasi air.

Hutan Bulla dengan luas 0,58 ha ini di okupasi untuk pembangunan embung ,hutan Mata di desa wanga rusak akibat pembangunan embung ,pengalihan fungsi padang sabana ,rusaknya situs adat sebagai tempat ritual bagi masyarakat penganut Marapu.

Pelanggaran lain yang dilakukan oleh PT. MSM adalah tidak adanya kontrak kerja ,jaminan kesehatan yang tidak memadai, jam kerja yang tidak manusiawi serta pemberian upah tidak sesuai dengan aturan undang-undang.

Penyerahan lahan milik masyarakat adat juga dilakukan secara sepihak oleh oknum pemerintah (aparat desa) dgn dalil kepentingan umum , empat orang masyarakat di kriminalisasi dengan kasus yang terkesan di paksakan dan sampai saat ini tidak ada penyelesaiannya.

Berbagai upaya sudah di lakukan seperti aksi massa ,pelaporan kepada pihak kepolisian setempat terkait pelanggaran yang di lakukan oleh perusahan maupun sub-kontraktornya. Tetapi hingga kini tidak di tindaklanjuti dan bahkan terkesan  dipersulit, sehingga sampai saat ini PT. MSM masih masih terus beraktivitas seolah-olah tidak ada kendala.

Sebagai Masyarakat  adat yang merasa haknya dirampas atas lahan tersebut dan juga menjadi korban kriminalisasi ,Umbu Manang dan Umbu Tomy mengakui merasa tertekan serta tidak mendapatkan keadilan.

Sementara itu Ronald M. Siahaan dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi)  memaparkan ijin utama pembangunan sebuah industri adalah harus  mengantongi ijin Hak Guna Usaha(HGU) terlebih dahulu. PT. MSM kata Dia tidak memiliki ijin HGU dengan demikian aktifitas dari PT. MSM dipastikan ilegal.

Lebih lanjut Dia menjelaskan prosedurnya adalah harus ada sosialisasi dan konsultasi publik.
Apabila prosedurnya tidak dijalankan berarti ijinnya tidak di keluarkan juga. Sungai dan mata air serta tempat ritual harus di keluarkan atau di pisahkan dr permohonan ijin HGU dan HGB.
Serta bangunan yang tidak ada IMBnya harus di bongkar.

Jadi ,Pemda setempat terlebih Bupati itu seharusnya milik masyarakat ,bukan milik investor.

Sementara Putri Kanesia dari Kontras menjelaskan terkait kriminalisasi dengan Pasal pencemaran nama baik dalam UU ITE (menurutnya Pasal Karet) ,polres sumtim kata Dia harus objektif ,jangan tumpul keatas tetapi tajam ke bawah.

Hal lain ditambahkan Haris Azar dari Kontras mengatakan pihaknya akan mendatangi berapa kantor lembaga terkait pelanggaran yang dilakukan PT.MSM seperti KLHK , KPK , Ombudsman dan Bareskrim .

Saat ini PT. MSM sudah menduduki hampir 20rb Ha dari target 52rb Ha hanya dengan mengantongi SK Bupati.
Akhir Juli kata Haris akan menyampaikan laporan kepada semua lembaga, terkait dengan masalah ini yaitu pelanggaran Hukum dan HAM di lokasi bisnis PT.MSM.

Laporan : Siska Wiliam

Komentar