Oleh : Petrus Salestinus, SH
Berita tentang berkembangnya benih-benih radikalisme melalui jaringan para mantan pengurus dan anggota HTI di Kupang, NTT bukanlah isu melainkan fakta, karena keberadaan HTI di Kupang secara real diakui bahkan pernah akan menggelar pawai di Kota Kupang pada 16 Mei 2015, namun Polda NTT, GP. Ansor, dan MUI NTT menyatakan menolak rencana pawai HTI di Kota Kupang.
Kita belum tahu persis kapan Ormas HTI atau Ormas radikal sejenis masuk di NTT?, begitu pula dengan ormas radikal lainnya seperti khilafatul muslimin (KM), sebuah gerakan radikal embrio dari NII yang disebut-sebut masuk di Labuan Bajo sejak tahun 2000-an dan melakukan aktivitas keagamaan, dakwah, dan sosial kemasyarakatan lainnya hingga berkembang terus sampai saat ini.
Aktivitas HTI di NTT, sebagaimana dikonstatir oleh Kepala Badan Intelijen Daerah (KABINDA) NTT, beberapa tahun lalu pasca status Badan Hukum HTI dicabut oleh Kementerian Hukum dan HAM RI, masih terus berjalan, meski dilakukan oleh para mantan pengurus HTI di NTT dan di tempat lain, meski tidak lagi memiliki status berbadan hukum atau telah dibubarkan.
Memperkuat Kelompok Intoleran dan Radikal
Pada Mei 2020 yang lalu, telah muncul sikap “membangkang” secara terbuka dan berani sekelompok warga Muslim di Nangahale terhadap tim gabungan TNI-Polri dalam Satgas COVID-19 Sikka, saat meminta warga Muslim tidak melaksanakan sholat dan tarawih berjamaah, demi menegakan hukum negara atau ketentuan protokol COVID-19 sebagai hukum positif negara.